pinterest-site-verification=9be6dc68f2a88b28597de102bdf7a3a3 Terlupakan Tapi Mematikan dan berevousi: Elang Tua Hawk 109/209 di Balik Layar Pertahanan RI - Mbelinks™ Explore

Terlupakan Tapi Mematikan dan berevousi: Elang Tua Hawk 109/209 di Balik Layar Pertahanan RI


Terlupakan Tapi Mematikan dan Berevolusi: Elang Tua Hawk 109/209 di Balik Layar Pertahanan RI

Langit ALKI I – Arena Latihan, Uji Kesiapan Tempur.

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I bukan hanya jalur strategis untuk pelayaran internasional, tetapi juga menjadi teater latihan yang menguji kesiapan TNI dalam menjaga kedaulatan. Di tengah bentang laut ini, dua kekuatan TNI—Angkatan Udara dan Angkatan Laut—bertemu dalam latihan gabungan yang bertajuk Air Joining Procedure (AJP). Ini bukan sekadar manuver, ini adalah simulasi nyata dari peperangan modern.

Di langit biru dan laut yang tenang, dua pesawat Hawk 109/209 dari Skadron Udara 1 Supadio melesat, membelah udara. Sementara di bawahnya, KRI John Lie 358, korvet kelas Sigma dengan radar AWS 9 dan persenjataan lengkap, bersiap menyambut. Simulasi dimulai: pengenalan udara, prosedur penggabungan, dan tak lama kemudian, simulasi serangan udara ke permukaan dilakukan. Meriam Oto Melara 76 mm, Oerlikon 30 mm, hingga mitraliur 12,7 mm digerakkan dalam formasi pertahanan aktif. Hawk bermanuver lincah, memutar, menghindari serangan, dan menyimulasikan tembakan presisi.

Tapi apa yang sebenarnya diuji? Bukan hanya ketangkasan pilot atau keandalan radar kapal perang. Yang sedang diadu adalah kemampuan interoperabilitas dua matra TNI—kemampuan untuk berbicara dalam satu bahasa taktis, di tengah tekanan, waktu sempit, dan ancaman kompleks. Latihan ini membuka sebuah pertanyaan penting: bagaimana pesawat Hawk yang usianya sudah hampir tiga dekade, tetap mampu menjalankan misi kompleks seperti ini?

Hawk 109/209 – Warisan Inggris di Langit Nusantara.

Kita mundur ke tahun 1996. TNI AU menerima armada baru: 8 Hawk 109 dan 16 Hawk 209, buatan British Aerospace (BAE). Diperuntukkan untuk peran air superiority dan serangan darat, Hawk 209 menjadi garda terdepan, sementara Hawk 109 berperan sebagai pesawat latih lanjut sekaligus multi peran.

Di masanya, Hawk adalah platform tangguh. Cepat, gesit, murah operasionalnya, dan mampu membawa rudal udara ke udara AIM 9 Sidewinder, bom pintar, dan roket. Tapi waktu terus berjalan. Teknologi berkembang. Radar AESA, datalink, stealth, dan sistem peperangan elektronik menjadi syarat mutlak kekuatan udara modern.

Namun, Hawk tetap terbang. Bukan karena nostalgia, tapi karena adaptasi. Ia bukan hanya saksi sejarah, tapi juga bagian aktif dari dinamika keamanan udara Indonesia. Pertanyaannya sekarang: bagaimana mungkin pesawat yang diperkenalkan hampir 30 tahun lalu masih bertugas hari ini?

Luka dan Pelajaran – Catatan Insiden Hawk.

Hawk bukan tanpa cela. Tahun 2012, sebuah Hawk 200 jatuh saat latihan rutin di Riau. Pilot selamat dengan eject seat. Tahun 2020, Hawk 109 mengalami kecelakaan saat pendaratan. Lagi lagi, eject seat menyelamatkan nyawa pilot. Meski penyebabnya teknis, dua kejadian itu memicu evaluasi besar. Apakah usia Hawk sudah terlalu tua? Apakah perawatan cukup? Apakah sistem avionik dan mesin masih bisa menjawab tantangan zaman?

TNI AU merespons. Bukan dengan pensiunkan, tapi dengan modernisasi. Namun di tengah isu keselamatan dan keandalan, satu hal justru semakin jelas: Hawk bukan sekadar pesawat tempur. Ia adalah simbol kekuatan bertahan, survive di tengah badai tantangan teknologi.

Rencana Regenerasi – Menyambut Era Rafale dan F 15EX.

Pemerintah tahu, waktu Hawk terbatas. Rencana penggantian sudah disusun dalam Renstra TNI AU 2020–2024. Solusinya: membeli Dassault Rafale dan F 15EX Eagle II—dua pesawat generasi 4.5+ dan 5 yang menjanjikan keunggulan taktis di Asia Tenggara.

Namun pesawat pesawat baru tak datang dalam semalam. Pengiriman Rafale butuh waktu bertahun tahun. Maka, Hawk 109/209 tetap harus menjaga langit. Tetap latihan. Tetap siap tempur. Dalam masa transisi ini, Hawk menjadi jembatan—menjaga langit, melatih pilot, dan memastikan kehadiran udara TNI AU tak pernah absen.

Interoperabilitas – Bicara dalam Bahasa yang Sama.

Dalam latihan AJP, yang diuji adalah kemampuan bicara satu bahasa antara pesawat dan kapal perang. Hawk 109/209, meski tua, mampu menyampaikan data, menerima perintah, dan bergerak selaras dengan KRI John Lie. Inilah kunci interoperabilitas—jaringan komunikasi dan data link antara unit tempur. Hawk yang dimodernisasi ternyata masih bisa berbicara di sistem C4ISR (Command, Control, Communication, Computers, Intelligence, Surveillance, Reconnaissance).

Kita menyadari, interoperabilitas bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal doktrin dan pelatihan. Hawk adalah platform ideal untuk melatih pola pikir tempur modern.

Dari Avionik ke NCW – Menyatu dalam Sistem Perang Jaringan.

Konsep Network Centric Warfare (NCW) menjadikan setiap alutsista sebagai simpul dalam jaringan. Pesawat, kapal, radar, hingga drone terhubung satu sama lain. Dengan modernisasi avionik, Hawk kini bisa terhubung dalam jaringan ini. Ia bisa menerima informasi dari radar, drone, dan memberikan data ke pusat kendali. Ia bukan lagi “pesawat sendirian di langit,” tapi bagian dari sistem besar.

Modernisasi ini dibangun oleh kerja sama dalam negeri PT Infoglobal dan BAE Systems. Ini bukan hanya soal upgrade. Ini adalah transfer teknologi untuk masa depan.

Menjaga Jantung Baja: Peran Strategis NTP, Infoglobal, dan Depohar.

Di balik dentuman mesin Hawk 109/209 yang membelah langit Indonesia, ada rahasia yang tak banyak diketahui. Rahasia itu tak ada di cockpit atau sayap, tapi justru ada di balik hanggar—tempat senyap tempat mesin mesin tua kembali muda. Dan di sanalah kita menemukan tiga pilar yang menopang keabadian sang burung besi: PT Nusantara Turbin dan Propulsi (NTP), PT Infoglobal Teknologi Semesta, dan Depohar 30 TNI AU.

NTP – Menghidupkan Kembali Detak Mesin Hawk.

Bayangkan mesin jet setelah ribuan jam terbang. Panas, tekanan, turbulensi—semuanya menggerogoti jantung mekanik bernama Rolls Royce Adour Mk 871. Tapi NTP, perusahaan strategis berbasis di Bandung, mampu melakukan sesuatu yang sangat sedikit negara mampu: reverse engineering dan overhaul mesin jet tempur.

Infoglobal – Otak Baru untuk Burung Tua.

Mesin memang jantung, tapi otak Hawk ada di avioniknya. Dan di sinilah PT Infoglobal Teknologi Semesta mengambil peran penting. Perusahaan berbasis di Surabaya ini adalah arsitek di balik modernisasi sistem avionik Hawk 109/209. Lewat kerja sama strategis dengan BAE Systems Inggris, Infoglobal menerima akses data dan teknologi untuk merombak sistem navigasi, display digital, sensor, dan perangkat komunikasi Hawk, agar kompatibel dengan medan tempur modern dan sistem pertahanan jaringan (Network Centric Warfare).

Kini, cockpit Hawk yang dulu didominasi analog berubah menjadi digital multi function display (MFD). Sistem komunikasi terintegrasi, kemampuan pertukaran data antar unit dan markas, dan bahkan dasar sistem link 16 sekelas NATO mulai dipersiapkan. Infoglobal membuktikan bahwa teknologi avionik bukan monopoli asing. Dan lebih dari itu: kerja sama ini membuka pintu transfer teknologi (ToT) ke anak bangsa—kunci agar suatu hari, Indonesia tak hanya memodernisasi, tapi juga mendesain jet tempur sendiri.

Depohar 30 – Pasukan Bayangan di Balik Performa.

Namun semua mesin dan avionik canggih tak ada artinya jika tak dirawat rutin. Di sinilah peran Depo Pemeliharaan 30 (Depohar 30) menjadi vital. Di bawahnya berdiri satuan elit teknisi udara: Sathar 32, penjaga kesehatan alutsista udara.

Setiap Hawk yang telah menyelesaikan 2.000 jam terbang akan menjalani major servicing. Pesawat dibongkar total, sayap dilepas, sistem hidrolik dikalibrasi ulang, wiring diganti, hingga pengecekan mikroskopik terhadap retakan mikro pada badan pesawat. Semuanya dilakukan di Lanud Abdulrachman Saleh, Malang.

Sathar 32 juga merawat Super Tucano, CN 212, dan pesawat lainnya. Tapi bagi mereka, Hawk adalah simbol keuletan. Setiap baut yang dikencangkan, setiap kabel yang disambung, adalah bentuk cinta pada langit Indonesia. Karena di tangan mereka, usia 30 tahun bukan alasan pensiun, tapi tantangan untuk membuktikan bahwa dengan pemeliharaan yang tepat, burung besi bisa hidup dua kali lebih lama.


Tidak ada komentar